DPR Minta Polisi Tindak Tambang Ilegal di Wawonii

Avatar photo
Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan. (Foto: Istimewa).

KLIKNESIA.ID, KENDARI – Arteria Dahlan, Anggota Komisi III DPR RI, mengatakan ada penambangan liar di pulau kecil Wawonii, Kabupaten Kepulauan Konawe (Konkep), Sulawesi Tenggara (Sulawesa).

Karena itu, pihaknya memanggil Kapolda Sultra, Inspektur Teguh Pristiwanto, untuk menindak dan menegakkan hukum.

Hal itu disampaikan Rabu malam (22/02/2023) saat reses Komisi III DPR RI bersama Polda Sultra, Kejaksaan Tinggi dan BNN Sultra di Mapolda Sultra.

Pasalnya, MA membatalkan penetapan syarat pemanfaatan tambang Konkep RTRW karena merupakan pulau kecil.

Selain itu, PTUN Kendari juga mencabut izin pertambangan PT GKP yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Meski sudah diputuskan, PT GKP tetap melakukan penambangan nikel di Desa Roko-roko, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konkep, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Padahal, pekan lalu PT GKP menyita lahan warga yang sudah berpuluh-puluh tahun digarap dan ditanami kusen dan jambu mete.

Upaya pemerasan ini membuat warga geram karena tanah merupakan sumber mata pencaharian utama warga Pulau Wawonii.

Arteria Dahlan juga mengakui masyarakat Konkep memenangkan gugatan di PTUN Kendar dan Mahkamah Agung atas penggunaan lahan pertanian Pulau Wawonii untuk menghentikan mereka.

“Ada kegiatan ilegal di sana (Pulau Wawonii), secara regional, keputusan TUN (tatausaha negara) dimenangkan oleh rakyat, keputusan MA juga dimenangkan,” ujar Arteria Dahlan. Menurut politikus PDIP itu, ia juga meminta Kapolres Sultra Teguh Pristiwanto menempuh jalur hukum selama masa jeda.

Politisi asal Jawa Timur itu mengatakan, Kapolda Sultra akan segera mengambil tindakan tegas.

Irjen Pol Teguh Pristiwanto mengatakan Arteria namun meminta waktu untuk menindaklanjuti kasus penambangan liar tersebut.

“Kapolda akan mengirimkan tim dan berpihak pada hukum dulu, ketika hukum sudah jelas, masyarakat bias,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Kapolda Sultra Inspektur Pol Teguh Pristiwanto menjawab, pihaknya akan mengirimkan tim khusus untuk mengusut kasus tersebut dalam 1 atau 2 hari ke depan. “Setelah pemeriksaan, kami akan mengambil tindakan lebih lanjut berdasarkan pemberitahuan yang kami terima,” katanya.

Sebelumnya, PT GKP menyita lahan milik warga Kabupaten Kepulauan Konawe di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulawesi Tenggara) bernama La Ba’a.

Perampasan lahan di perkebunan itu viral di media sosial setelah difilmkan oleh putra La Ba’a Mukrin itu.

Pasalnya, lahan perkebunan yang dikelola mendiang La Ba’a diserbu alat berat PT GKP pada Kamis malam (16 Februari 2023) tanpa sepengetahuan pemilik lahan.

Pengacara warga Wawonii, Profesor Denny Indrayana, menyatakan penyesalannya atas tindakan PT GKP mengambil alih perkebunan La Ba’a. Menurut mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu, tindakan PT GKP tersebut merupakan salah satu pelanggaran hukum.

Ia menyatakan PT GKP tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 57 P/HUM/2022 tanggal 22 Desember 2022.

“Pada dasarnya membenarkan keluhan warga bahwa Pulau Wawoni bukan untuk pertambangan,” kata Profesor Denny Indrayana, Jumat (17/02/2023).

PT GKP tidak hanya mengabaikan putusan MA, tetapi juga mengabaikan Pengadilan Tata Usaha Negara Kendar (PTUN) yang mencabut izin usaha pertambangan anak usaha Harita Group itu.

Pakar tata negara ini juga meminta Pemprov Sultra segera mencabutnya dengan prinsip contrarius actus. “Tolong jangan biarkan PT GKP terus melakukan penggalian/penggalian lubang di pulau kecil Wawoni, peraturan perundang-undangan dan keputusan MA sudah melarang pertambangan,” ujarnya.

Sementara itu, Marlion, Humas PT GKP, mengaku tidak menyita tanah almarhum La Ba’a.

“Kami melakukan penimbunan tanah kami sendiri di kawasan hutan tempat kami memiliki IPPKH,” kata Marlion.

Marlion mengklaim bahwa PT GKP membayar Dana Reboisasi Penyediaan Sumber Daya Hutan (DRPSDH) di dinas kehutanan.

Selain itu, PT GKP dan Metsahallinto beberapa kali mensosialisasikan peraturan daerah tentang hutan. “Terkait putusan PTUN, semua pihak harus menghormati putusan tersebut. Namun, perusahaan akan tetap beroperasi normal selama persidangan berjalan,” jelasnya.(*)