Sultra  

KNPI Konawe Sebut Wacana Revisi UU Kejaksaan Tak Punya Landasan dan Keliru

Avatar photo
Ketua KNPI Kabupaten Konawe, Ilham Jaya Saputra. (Foto: Istimewa).

KLIKSULTRA.ID, KONAWE – Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Konawe secara tegas menyatakan penolakannya terhadap wacana revisi Undang-Undang Nomor Nomor 11 tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Ketua KNPI Konawe, Ilham Syaputra Jaya SH MH menilai bahwa wacana revisi tersebut tidak memiliki landasan yang kuat dan merupakan sebuah kekeliruan.

Ia menilai pemberian kewenangan yang sangat besar kepada intitusi Kejaksaan atau dalam bahasa hukum pemberian asas dominus lits kepada Kejaksaan itu sangat berbahaya.

Pasalnya akan menimbulkan penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan yang luar biasa (Abuse Of Power) serta tumpang tindih kewenangan.

Praktisi Hukum ini juga mengungkapkan bahwa ada tiga persoalan utama yang muncul akibat penerapan asas dominus litis dalam revisi UU Kejaksaan.

Pertama, pengaturan asas dominus litis yang memberikan kewenangan kejaksaan untuk mengintervensi atau melakukan supervisi dalam proses penyelidikan dan penyidikan dapat menciptakan tumpang tindih kewenangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

Di mana sistem peradilan pidana di Indonesia melibatkan empat sub-sistem utama, yang meliputi Kepolisian sebagai lembaga yang berwenang melakukan penyidikan. Kejaksaan sebagai lembaga penuntutan.

Pengadilan sebagai pihak yang mengadili dan menjatuhkan putusan dan lembaga eksekusi yang melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Dalam sistem ini, masing-masing lembaga memiliki kewenangan tersendiri yang tidak dapat saling tumpang tindih.

“Walaupun dalam kasus tertentu, seperti tindak pidana korupsi, Kejaksaan diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan, tetapi secara umum, penyidikan adalah tugas dan kewenangan kepolisian,” ujar Ilham.

Kedua, penerapan asas dominus litis dalam revisi UU Kejaksaan dianggap bertentangan dengan asas diferensiasi fungsional dalam hukum acara pidana.

Asas ini menegaskan bahwa setiap aparat penegak hukum memiliki tugas dan fungsi yang terpisah antara satu dengan yang lain.

“Dalam paradigma Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1981, kewenangan polisi, jaksa, dan hakim sudah ditetapkan secara tegas,” tambahnya.

Kata dia, jika Kejaksaan diberikan wewenang untuk mengintervensi penyelidikan dan penyidikan, hal ini berpotensi mengurangi kewenangan Kepolisian sebagai penyidik utama dalam sistem peradilan pidana.

Ketiga, meskipun dalam penegakan hukum tugas instansi/lembaga penegak hukum berbeda–beda dan mempunyai tujuan sendiri tetapi pada hakikatnya dalam sistem penegakan hukum pidana bisa bekerja sama.

“Jadi pada dasarnya secara kelembagaan saya sebagai ketua knpi Konawe menolak adanya revisi uu kejaksaan tersebut yang memberikan kewenagan yang luar biasa kepada kejaksaan di negeri ini tidak boleh ada intitusi yang super power,” katanya.

“Selanjutnya bahwa dalam pembuatan UU atau revisi uu harus mempunya landasan yang jelas dan harus terpenenuhi landasan tersebut yaitu landasan yuridis, filosopis dan sosisologis jadi menurut saya revisi uu kejaksaan belum terpenuhi dan sangat sangat keliru,” tegas Ilham. (*)