Opini  

Pengembangan Kopi (Coffea) Arabika untuk Mendukung Pertanian Bekelanjutan melalui Sistem Agroforestri di Konawe Selatan

Ilustrasi. (Foto: Istimewa).

Penulis: Zulkifli Selle (Mahasiswa Program Doktor Universitas Halu Oleo)

KLIKSULTRA.ID, KONAWE SELATAN – Pengembangan sektor pertanian dan perkebunan di Kabupaten Konawe Selatan merupakan upaya dari pembangunan daerah yang bertujuan untuk memanfaatkan dan memaksimalkan sumber daya alam serta menghasilkan produk pertanian dan perkebunan yang inovatif guna memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat. Sebagai komoditas perkebunan, kopi merupakan salah satu jenis tanaman unggulan yang memiliki potensi pengembangan dengan mengkombinasikannya dengan jenis tanaman lain di Kabupaten Konawe Selatan.

Kabupaten Konawe Selatan memiliki karakteristik potensi sumber daya alam yang sangat beragam dan perilaku sosial-budaya masyarakat lokal yang masih sangat kuat sehingga pembangunan ekonomi daerah harus disesuaikan dengan potensi sumber daya dan komoditas pada masing-masing sektor. Masyarakat Konawe Selatan telah memiliki komoditas unggulan yang dapat dikelola dengan baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di wilayahnya dengan berbagai komoditas baik pertanian, pangan, hortikultura, peternakan maupun perkebunan.

Pengembangan tanaman kopi Arabika berkelanjutan di Konawe Selatan akan menjadi nilai tambah dalam program pengembangan kopi Arabika di masa mendatang. Dengan kata lain, pengembangan tanaman kopi Arabika untuk mendukung pertanian berkelanjutan perlu di tata dalam suatu proses keseimbangan sistem, yakni kepentingan ekonomi (pendapatan usahatani/perbaikan pendapatan keluarga petani), preservasi nilai-nilai sosial dan udaya masyarakat lokal, serta pelestarian sumber daya alam/lahan secara terintegrasi.

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang berkontribusi besar dalam penerimaan devisa negara yakni sebesar USD 821,93 juta dengan volume ekspor sebesar 379,35 juta ton pada tahun 2020. Selama periode tahun 2019-2020, neraca volume perdagangan Kopi mengalami kenaikan sebesar 11,09% dan surplus neraca perdagangan Kopi pada tahun 2020 mencapai USD 783,65 juta (Kementerian Pertanian 2021). Pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Konawe selatan diharapkan dapat meningkatkan kontribusi PAD, dan pada saat yang sama juga meningkatkan kesejahteraan petani.
Saat ini, perekonomian di Kabupaten Konawe Selatan masih didominasi oleh sektor primer, yakni sebesar 50,02%, kemudian sektor sekunder sebesar 33,72%, dan sektor tersier sebesar 16,26%. Pertumbuhan ekonomi atas dasar harga berlaku selama tahun 2002-2003 adalah sebesar 14,95%. Sedangkan pertumbuhan ekonomi atas dasar harga konstan tahun 1993, adalah sebesar 6,49% yang berarti lebih rendah dibanding pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara sebesar 7,19%. Berdasarkan harga berlaku, sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 7,28%. Pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku mengalamiĀ  kenaikan sebesar 12,66%, yakni dari Rp. 3.072.911,25 pada tahun 2002 menjadi Rp. 3.462.061,46 pada tahun 2003 (BAPPEDA Konawe Selatan 2014). Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor pertanian dalam arti luas masih menjadi tumpuan daerah sehingga perlu mendapat perhatian serius guna mendorong pembangunan daerah melalui penerapan sistem pertanian yang lebih baik.

Pertanian berkelanjutan menjadi semakin relevan dalam era modern karena memberikan solusi jangka panjang terhadap tantangan global yang terkait dengan pertumbuhan populasi, perubahan iklim dan degradasi lingkungan. Pertanian berkelanjutan berfokus pada praktik yang menjaga kelestarian tanah, air dan sumber daya alam lainnya, dengan tetap memaksimalkan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan manusia (Effendi et al. 2017). Rachmawatie et al. (2020) menjelaskan bahwa pertanian berkelanjutan bertujuan untuk (1) Menjaga dan meningkatkan keutuhan sumber daya alam lahan dan lingkungan, (2) Menjamin penghasilan bagi petani, (3) Menjamin konservasi energi, (4) Meningkatkan produktivitas, (5) Meningkatkan kualitas dan keamanan bahan pangan, dan (6) Menciptakan keserasian antara petani dan faktor sosial ekonominya.

Tanaman Kopi

Kopi termasuk ke dalam kelompok tanaman semak belukar dengan genius Coffea. Kopi termasuk ke dalam family Rubiaceae, sub family lxoroideae, dan suku Coffeae. Tanaman kopi terdiri dari (a) akar, (b) batang dan (c) percabangan (cabang primer dan cabang sekunder, cabang reproduksi, cabang balik dan cabang kipas), (d) daun, (e) bunga, dan (f) buah (Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang, 2016). Selain itu, tanaman kopi termasuk tanaman yang dapat melakukan penyerbukan sendiri (self fertile). Keberhasilan tanaman kopi untuk berbunga hingga menjadi buah sangat dipengaruhi oleh iklim (musim hujan atau kemarau). Penyerbukan umumnya terjadi setelah musim hujan.
Secara umum, jenis kopi yang banyak dibudidayakan yakni kopi arabika (Coffea arabica) dan robusta (Coffea canephora). Sementara itu, ada juga jenis Coffea liberica dan Coffea congensis yang merupakan perkembangan dari jenis robusta. Uraian terkait kopi Arabika, Robusta, dan Liberika adalah sebagai berikut:

A. Kopi Arabika

Pada awalnya, jenis kopi yang dibudidayakan di Indonesia adalah arabika, lalu liberika dan terakhir kopi jenis robusta. Kopi jenis arabika sangat baik ditanam di daerah yang berketinggian 1.000-2.100 meter di atas permukaan laut (dpl). Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi, cita rasa yang dihasilkan oleh biji kopi akan semakin baik. Oleh sebab itu, perkebunan kopi arabika hanya terdapat di beberapa daerah tertentu terutama di daerah yang memiliki ketinggian di atas 1.000 meter (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2002).

B. Kopi Robusta

Tanaman kopi jenis robusta memiliki adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan kopi jenis arabika. Areal perkebunan kopi jenis robusta di Indonesia relatif luas. Hasil ini disebabkan karena kopi jenis robusta dapat tumbuh di ketinggian yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi perkebunan arabika. Kopi jenis robusta yang asli sudah hampir hilang. Produksi kopi jenis robusta secara umum dapat mencapai 800-2.000 kg/hektar/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2002).

C. Kopi Liberika

Dulunya, kopi liberika pernah dibudidayakan di Indonesia, tetapi saat ini sudah ditinggalkan oleh petani. Hal ini disebabkan karena bobot biji kopi keringnya hanya sekitar 10% dari bobot kopi basah. Di samping itu, perbandingan bobot basah dan bobot kering, rendeman biji kopi liberika yang rendah merupakan salah satu faktor tidak berkembangnya jenis kopi liberika di Indonesia. Rendeman kopi liberika hanya sekitar 10-12%. Karakteristik biji kopi liberika hampir sama dengan jenis arabika. Hal ini karena liberika merupakan pengembangan dari jenis arabika. Jenis arabika memiliki kelebihan yaitu lebih tahan terhadap serangan hama Hemelia vastatrixi dibandingkan dengan kopi jenis arabika.
Di sisi lain, jenis kopi yang dicatat di tingkat internasional ada 2 jenis yaitu jenis kopi arabika dan jenis kopi robusta. Perkembangan harga bulanan kopi selama periode tahun 2018-2021, menunjukkan bahwa harga kopi robusta terlihat stabil. Sementara itu, harga kopi arabika cenderung naik dan memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan dengan kopi robusta, dikarenakan lebih sulit merawat tanaman kopi arabika hingga waktu panen (Kementerian Pertanian 2021). Saat ini, konsumsi kopi dunia telah mencapai 70% yang berasal dari spesies kopi arabika, dan 26% berasal dari robusta, dan 4% berasal dari jenis liberika.

Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten Konawe Selatan

Kabupaten Konawe Selatan memiliki 3 (tiga) sektor utama, yakni sektor pertanian (dalam arti luas), sektor pertambangan/penggalian, dan sektor konstruksi/bangunan. Komoditas sektor pertanian dibagi dalam 7 (tujuh) kelompok komoditas, yakni: tanaman pangan, tanaman buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Jenis komoditas unggulan di Kabupaten Konawe Selatan terdiri dari: (1) Komoditas tanaman pangan, yaitu: padi sawah, jagung, kedele, kacang tanah, dan kacang hijau; (2) Komoditas tanaman buah buahan, yaitu: mangga, jeruk, nenas; (3) Komoditas sayuran; (4) Tanaman perkebunan, yaitu: kelapa hibrida, kopi, kakao, jambu mete, kemiri, lada, dan vanili; (5) Komoditas peternakan, yaitu: sapi, kambing, ayam buras, ayam ras, dan itik/manila, sedangkan (6) Komoditas perikanan, yaitu: budidaya tambak, budidaya kolam, perikanan laut, dan terakhir adalah (7) Komoditas kehutanan (BAPPEDA Konawe Selatan 2014).

Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang paling dominan dalam struktur perekonomian di Kabupaten Konawe Selatan, sehingga pembangunan pertanian harus merupakan bagian integral dari pembangunan daerah. Sumber daya yang akan dialokasikan untuk pembangunan pedesaan harus diprioritaskan pada upaya peningkatan produksi dan nilai tambah output sektor pertanian. Berdasarkan kecenderungan struktur perekonomian Konawe Selatan, maka sektor pertanian sebagai sektor utama (sektor unggulan) memiliki kaitan input-output ke depan (forward linkage) yang lebih besar di banding kaitannya kebelakang (backward linkage) dengan sektor lainnya (BAPPEDA Konawe Selatan 2014).

Pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Konawe Selatan merupakan pemanfaatan sumber daya alam hayati dalam memproduksi komoditas unggulan guna memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus meningkatkan kesejahteraan mereka. Untuk itu, pengembangan kopi sebagai salah satu komoditas unggulan perlu dilakukan dalam mendorong pembangunan daerah. Peningkatan budi daya kopi akan berdampak terhadap pengembangan sektor perkebunan daerah. Namun demikian, upaya tersebut perlu didukung dengan kegiatan permberdayaan petani kopi melalui: (1) Penguatan kapasitas dan pelatihan teknis, (2) Pemberian akses ke modal dan pendanaan, (3) Pengembangan rantai nilai dan akses pasar, (4) Pemberdayaan lembaga petani, dan (5) Pengembangan kebijakan dan dukungan pemerintah.

Pengembangan Kopi Arabika untuk Mendukung Pertanian Bekelanjutan di Kabupaten Konawe Selatan
Pengembangan kopi Arabika di Kabupaten Konawe Selatan memiliki potensi besar dalam mendukung pertanian berkelanjutan. Pengembangan ini bertujuan untuk memastikan praktik pertanian yang produktif, ramah lingkungan dan berkelanjutan secara sosial. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara (2022), Kabupaten Konawe Selatan menjadi daerah dengan produksi perkebunan jenis tanaman kopi (coffee) terbesar keempat setelah Kabupaten Bombana, Konawe, dan Kolaka Timur yaitu mencapai 319 (Ribu ton).

Sebagai salah satu daerah penghasil kopi di Sulawesi Tenggara, Konawe Selatan memiliki kondisi agroklimat yang ideal untuk budi daya kopi Arabika. Menurut Cahyadi et al. (2021), kondisi lingkungan tumbuh kopi arabika membutuhkan suhu berkisar antara 21-24Ā°C. Curah hujan yang baik untuk kopi arabika berkisar 1.500-2.500 mm per tahun dengan sebaran merata dan bulan kering antara 1-3 bulan. Hasil pengamatan curah hujan di Kabupaten Konawe Selatan berdasarkan laporan BPS Kabupaten Konawe Selatan dan Pencatatan di Stasiun hujan BMKG Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2022 sebesar 2.354,6 mm, dengan rerata suhu udara pada tahun yang sama adalah sebesar 26,8o. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengembangan kopi di Kabupaten Konawe Selatan sesuai dengan kondisi iklimnya. Di samping itu, kopi Arabika dikenal dengan kualitas premium dan cita rasa khas, tidak hanya memiliki nilai ekonomi yang tinggi tetapi juga dapat diintegrasikan dalam model pertanian yang berkelanjutan melalui praktik-praktik seperti agroforestri.

Khususiyah et al. (2013) menyatakan bahwa agroforestri adalah pola penanaman dengan memadukan berbagai jenis tanaman pada sebidang lahan, sehingga menyerupai kondisi di hutan alam. Agroforestri memiliki beberapa fungsi dan peran yang menyerupai hutan baik dalam aspek biofisik, sosial maupun ekonomi, antara lain; (a) memelihara sifat fisik dan kesuburan tanah, (b) mempertahankan fungsi hidrologi kawasan, (c) mempertahankan cadangan karbon, (d) meningkatkan pendapatan petani, (e) mengurangi timbulnya kegagalan panen secata total (Widianto et al., 2003).
Agroforestri memiliki potensi besar sebagai alternatif pengelolaan lahan yang ideal untuk konservasi tanah dan air, pemeliharaan lingkungan, dan produktivitas lahan. Sistem ini merupakan suatu model usaha tani bagi petani yang umumnya memiliki lahan pertanian terbatas. Agroforestri dapat menjadi solusi untuk mengatasi degradasi lahan, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sambil memastikan keberlanjutan sosial, ekologis, dan ekonomi petani (Bettles et al. 2021; Nath et al. 2021).

Salah satu aspek penting dalam pengembangan kopi Arabika adalah penerapan sistem agroforestri yang di mana tanaman kopi ditanam bersama dengan tanaman kehutanan atau tanaman lainnya di lahan yang sama. Sistem ini secara signifikan dapat mendukung pertanian berkelanjutan karena agroforestri membantu melestarikan keanekaragaman hayati, meningkatkan kesehatan tanah, dan mengurangi erosi. Tanaman pelindung, seperti pohon penaung, menyediakan perlindungan bagi tanaman kopi dari sinar matahari berlebihan dan menjaga kelembapan tanah. Melalui implementasi agroforestri, lahan kopi di Konawe Selatan tidak hanya menghasilkan kopi berkualitas tinggi, tetapi juga melestarikan lingkungan sekitar, menjadikan ini sebagai praktik yang ramah lingkungan dan berkontribusi pada penyerapan karbon yang menjadi bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim.

Selain itu, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan merupakan pilar utama dalam pengembangan pertanian kopi di Kabupaten Konawe Selatan. Praktik penggunaan pupuk organik, pengelolaan air yang efisien, serta pemanfaatan sumber daya lokal memainkan peran penting dalam menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan. Dengan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia dan pestisida sintetis, petani kopi di Kabupaten Konawe Selatan dapat menjaga kesehatan tanah jangka panjang dan meningkatkan kualitas produk kopi. Sementara pemanfaatan sumber daya air yang bijak juga sangat penting, terutama dalam menghadapi tantangan perubahan iklim yang dapat mengubah pola curah hujan di wilayah ini.

Lebih lanjut, pengembangan kopi Arabika ini tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga memiliki manfaat ekonomi dan sosial yang signifikan bagi masyarakat lokal. Kopi Arabika sebagai produk ekspor berkualitas tinggi memberikan peluang peningkatan pendapatan bagi petani lokal, terutama jika didukung dengan akses ke pasar nasional maupun internasional. Di sisi lain, pengembangan pertanian kopi yang berkelanjutan juga menciptakan lapangan kerja baru di sektor hilir, seperti pengolahan kopi, distribusi, dan pemasaran. Hal ini tentu berdampak positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.
Akan tetapi, pengembangan kopi Arabika juga memerlukan peningkatan kapasitas petani dalam menerapkan teknologi modern untuk mendukung praktik pertanian berkelanjutan. Selain itu, program pelatihan yang intensif tentang praktik pertanian berkelanjutan, termasuk pengelolaan hama alami, komposisi pupuk organik, dan teknik agroforestri perlu dikembangkan untuk memperkuat keahlian para petani lokal. Inovasi teknologi dalam memperluas akses petani ke informasi pasar juga perlu dilakukan, sehingga mereka dapat memperoleh harga yang lebih baik untuk hasil kopi yang mereka tanam. (*)