KLIKSULTRA.ID, KONAWE – Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), Wike menuding banyak media massa di daerah tersebut tidak netral dalam pemberitaan.
Hal itu diungkapkannya usai kegiatan Rapat Koordinasi Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Kantor BKPSDM, Kamis (26/9/2024) kemarin.
Wike mengatakan, tudingan itu muncul setelah serangkaian berita yang dinilai negatif terhadap kinerja penyelenggara pemilu di Konawe.
Ketua KPU Konawe menyampaikan kritik keras terhadap pemberitaan yang dianggap tidak berimbang dan memojokkan institusi penyelenggara pemilu.
Ia menyatakan bahwa media massa seharusnya berperan sebagai pihak yang objektif dan netral, namun yang terjadi justru sebaliknya.
Di mana sejumlah media disebut-sebut melakukan pemberitaan yang cenderung merugikan citra lembaga penyelenggara pemilu itu.
Terkait statement Ketua KPU Konawe, sejumlah media menemui Wike di ruang kerjanya guna mengklarifikasi pernyataannya itu.
Wike mengatakan, terkait pernyataannya itu bermula pemberitaan beberapa hari belakangan ini.
“Kami secara teknis merasa terganggu dengan pemberitaan-pemberitaan, yang saya maksud media online pak yang ada di Kabupaten Konawe yang melebih lebihkan argumen yang ada disini maksudnya toh,” ujar Wike.
“Saya liat media online yang ada di Konawe sudah tidak netral lagi. Tidak semua saya tidak ratakan ada sebagian. Dan maunya pada saat itu ada yang merekam jangan dipojokkan saya kan argumenku saya melihat media online di Konawe sudah tidak netral,” imbuhnya.
Saat disinggung mengenai seperti apa pemberitaan yang dirasa memojokkan itu, dirinya tidak bisa merinci secara jelas.
“Banyaklah itu seperti kemarin KPU tidak pintarlah,” sebutnya.
“Terkait ada sampai itu deklarasi damai kita liat konteksnya paslon ribut sampai naik berita online,” tambahnya.
Saat disinggung soal media massa, dirinya kembali berkelit bahwa yang dimaksud media massa itu adalah media online yang mungkin terlalu melebar.
Saat media ini kembali mempertanyakan soal etika Ketua KPU menilai soal netralitas media, Wike berkilah agar tidak terlalu melebar, media massa itu media online yang ada di Konawe.
Saat ditanya lagi media apa saja yang dimaksud, Wike enggan menyebutkan media tersebut.
“Jangan ko paksa saya mau sebutkan. Nda bisa saya mau sebutkan media bla bla, ko mau hantam saya ko tambah recu pak. Sebagian media online yang kasi baku panas panas ini,” katanya lagi.
“Ini bukan bicara pribadi tapi bicara sebagai ketua lembaga, secara lembaga saya mengomentari itu pak,” Pungkasnya.
Pernyataan Ketua KPU Kabupaten Konawe ini pun mendapat sorotan dari Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sulawesi Tenggara.
Plt Ketua SMSI Sulawesi Tenggara, Sarjono menyebut, pernyataan yang dikeluarkan Ketua KPU Konawe harus mampu dipertanggungjawabkan baik secara objektif maupun secara subjektif.
Menurut dia, dalam memberikan penilaian, berarti ada tolak ukur penilaian yang mampu dipertangungjawabkan mana kala ada pihak baik orang per orang, institusi, lembaga, ataupun penyelenggara yang menyangkali atau tidak puas atas penilaian tersebut.
“Kalau tidak puas berarti akan meminta konfirmasi dan yang mengeluarkan pernyataan itu harus bisa mempertanggungjawabkan,” kata Sarjono.
“Nah, pers juga tidak boleh alergi terhadap kritik publik. Pers juga bisa mengkritik, salah satu fungsinya adalah kontrol sosial dan itu diatur,” timpal Kopral Jono, panggilan akrabnya.
Perusahaan media, lanjut Sarjono, adalah merupakan perusahaan yang berbadan hukum, bergerak dalam hal pemberitaan yang telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Perusahaan media juga merupakan salah satu perusahaan komersil yang mana didalamnya bergerak dalam bisnis.
Sehingga tidak tepat jika perusahan media itu dikatakan tidak netral.
Ia pun menjelaskan, yang dikatakan netral itu seperti penyelenggaran pemilu, ASN, TNI Polri, Kepala Desa, dan lain sebagainya.
“Saat ini kita berada di fase yang membutuhkan kecermatan baik dalam bertindak maupun dalam mengemukakan narasi,” Sarjono mengingatkan.
“Saat ini kita telah memasuki masa Pilkada dan penyelenggaraan agenda kampanye. Untuk itu perusahan pers dan wartawan harus mampu berperan penting memberikan informasi yang baik di masyarakat,” imbau Kopral Jono.
Sementara itu, Pengurus Wartawan Indonesia (PWI) Konawe juga menyoroti pernyataan Ketua KPU Konawe.
Menurut Ketua PWI Konawe, Andriansyah menyebut, pernyataan Ketua KPU Konawe ini mencederai dan melukai perasaan wartawan didaerah ini.
“Kami merasa dilukai atas kalimat yang dilontarkan oleh Wike selaku ketua KPU Konawe, di mana dirinya menyebutkan banyak media yang tidak netral. Kita semua tahu bahwa karya jurnalis yang diterbitkan oleh media merupakan hasil kerja-kerja teman wartawan dilapangan dan secara otomatis itu menjustifikasi kerja sebagian besar teman-teman yang dianggapnya tidak netral ini,” sebut Andriansyah.
Ia menambahkan, Ketua KPU Konawe seharusnya berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan yang bisa mengandung kontroversial.
“Kalau masyarakat salah menterjemahkan kata netralitas itu keranah Pilkada itu bisa rawan. Semestinya kalau terkait pemberitaan yang dianggap menyudutkan penyelenggara pemilu itu sebut saja beritanya kurang berimbang, toh ada ruangnya hak jawab. Bisa digunakan ruang-ruang itu,” tambahnya.
Andriansyah menjelaskan, saat ini telah memasuki tahapan kampanye Pilkada.
Semestinya, KPU Konawe sebagai penyelenggara fokus dengan mensukseskan setiap tahapan yang semakin padat.
“Bukan malah membuat opini dan pernyataan yang bisa membuat publik gaduh,” tegasnya.
Ia mengingatkan, jika Ketua KPU Konawe merasa dirugikan atas pemberitaan, dapat menempuh jalur sesuai prosedurnya.
“Kalau merasa karya jurnalis teman-teman itu dianggap merugikan lembaga KPU Konawe tentu ada sarananya, bisa dilaporkan ke Dewan Pers untuk diproses,” jelasnya.
Andriansyah juga menantang, pihak KPU Konawe untuk mengungkap media yang dituding tidak netral itu.
Agar ada kejelasan informasi yang disampaikan kepada publik.
“Sekalian sebut saja nama medianya agar tidak terjadi kegaduhan publik dikalangan teman-teman wartawan, tentu kami merasa dilukai,” tambahnya.
Andriansyah juga mengungkapkan, pers atau media hadir untuk kepentingan publik. Komisioner KPU sebagai pejabat publik setiap saat harus siap dikritik salah satunya melalui media pemberitaan.
“Salah satu fungsi pers adalah lembaga kontrol, jadi ketika di kritisi terkait kebijakan atau hal-hal yang dianggap perlu terkait penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang tengah berlangsung itu suatu hal yang lumrah,” ungkapnya. (*)