Sultra  

Perusahaan Tambang Nikel di Lameruru Konut Diminta Bayar Royalti Lahan Milik Warga

Penutupan akses perusahaan tambang PT. Kelompok Delapan Indonesia (KDI) site Lemeruru, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara. (Foto: Istimewa).

KLIKSULTRA.ID, KONUT – Perusahaan tambang nikel PT Kelompok Delapan Indonesia (KDI) diminta bayar royalti lahan milik warga bernama Tabiin Laida.

Hal ini disampaikan kuasa pemilik lahan Tabiin Laida, Ahdian W kepada media ini, Selasa (7/5/2024).

Ahdian menerangkan, kronologi awal permintaan pembayaran royalti ini bermula pada 21 November 2023 lalu.

Saat itu, Tabiin mengaku lahan tanaman jambu mete miliknya rusak akibat aktivitas pertambangan.

Pada 22 November 2023, Ahdian melayangkan somasi ke PT KDI agar membayar royalti sebesar 1 persen per tonase dan kerusakan lahan beserta tanaman tumbuh sebesar Rp300 juta.

Selanjutnya pada 24 Desember 2023, dilakukan musyawarah di salah satu rumah makan di Kota Kendari bersama pihak PT KDI dan masyarakat Desa Ngapainea.

“Waktu itu pak Roki (PT KDI) menyampaikan dan menjanjikan bahwa Januari 2024 dilaksanakan perundingan. Pak Roky janji bulan Januari 2024 Kita akan musyawarahkan lagi terkait ore yg telah diambil di lahan pak Ali sebanyak 3 tongkang dan pengrusakan tanam tumbuh jambu mente dan pengerusakan lahan pak Tabiin,” kata Ahdian melalui keterangan tertulisnya.

Ahdian menambahkan, sekira Maret dan April 2024, PT KDI mengambil ore nikel di lahan milik Tabiin sebanyak dua tongkang dan berlanjut hingga seorang perwakilan PT KDI bernama Sutamin menemui pihak Ahdian.

“Sebelum lebaran PT KDI telah mengambil ore di lahan pak Tabiin dan telah melewati batas lahan yang telah dibebaskan yaitu 1 HA. 2 tongkang yang telah dikeluarkan, tongkang ketiga ini. Kami menuntut agar di bayar royalti karena sudah melewati batas dan kami tidak sepakat untuk dibebaskan, tetapi system royalti,” tambahnya.

Pada 21 April 2024 kembali dilakukan pertemuan dirumah warga antara kedua belah pihak.

Dalam pertemuan itu disampaikan pembayaran hak warga atas nama Tabiin ini dilakukan secara royalti sebesar Rp100 juta pertongkangnya.

Berselang tiga hari kemudian atau tepatnya pada 24 April 2024, pihak PT KDI melalui SU menghubungi pihak Ahdian dan menyampaikan jika perusahaan tidak mau jika pembayaran hak warga dilakukan dengan cara royalti melainkan dengan cara pembebasan lahan.

“Kami tidak sepakat untuk dibebaskan, masih banyak tuntutan hak-hak masyarakat yang belum diselesaikan,” ujarnya.

Keesokan harinya, Ahdian dan rekan-rekannya ke lokasi penambangan PT KDI menuntut hak warga.

Namun, PT KDI tidak merespon tuntutan ini hingga 28 April 2024, Ahdian dkk bertemu dengan Roky dan menawarkan perjanjian tertulis berupa pinjam pakai lahan milik Tabiin tetapi ditolak perusahaan.

Keesokan harinya Ahdian dkk kembali menemui pihak PT KDI dan mendesak pembayaran hak masyarakat.

Ahdian menyebut, PT KDI melalui Roky pun menegaskan jika perusahaan hanya menginginkan pembayaran dengan sistem pembebasan lahan.

Selanjutnya pada 30 April 2024, Ahdian dkk menerima undangan klarifikasi dari Polres Konawe Utara dugaan menghalang-halangi.

Ia menyebut, pihaknya tidak melakukan aktivitas menghalang-halangi melainkan hanya menuntut hak warga yang belum dibayarkan oleh perusahaan tersebut.

“Kami masyarakat kecil menuntut hak kami karena ini ada potensi kerugian masyarakat,” tandasnya. (*)