KLIKSULTRA.ID, KONAWE – Perusahaan PT Wijaya Karya atau Wika bantah menjadi pihak yang bertanggung jawab soal reklamasi tambang batu di Desa Unggulino, Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe.
Bantahan itu disampaikan Humas PT Wika, Sigit Hidayat menanggapi pernyataan PT Sulawesi Mineral Pratama (SMP).
Sigit Hidayat menerangkan, pihak manajemen PT Wika telah memberikan keterangan terkait tanggung jawab reklamasi tambang batu terkait ke penyidik Polres Konawe, Senin (22/1/2024) kemarin.
Menurutnya, PT Wika telah melakukan operasi pengambilan batu di Desa Unggulino sejak akhir Tahun 2022 lalu.
Dasar dari operasi tersebut telah diperkuat dengan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) guna mendukung Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Ameroro.
Pada April 2023, operasi pengangkutan material oleh PT Wika sempat terhenti.
Penghentian operasi dilakukan oleh PT SMP dan Barifing yang merupakan pemilik lahan.
Baca Juga: PT Wika Disebut Bertanggung Jawab Penuh soal Reklamasi Bekas Galian Tambang Batu di Puriala Konawe
Alasannya, lanjut Sigit, lokasi pengambilan batu oleh Wika masuk dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT SMP.
Kasus tersebut telah dimediasi di Polda Sultra atas pelaporan PT SMP. Hasilnya, PT Wika atas operasi pengambilan material batu, diharuskan membayar royalti ke PT SMP.
Atas kesepakatan itu, PT Wika juga meminta agar segala tanggungjawab terkait operasional pengambilan batu menjadi tanggung jawab PT SMP, terutama di lokasi Barifing.
Selama bekerja sama, PT Wika secara tertib selalu melakukan pembayaran royalti dengan tertib, di lokasi Barifing. Kerja sama itu pun berakhir pada 14 Desember 2023.
Sebelum menghentikan operasi pengambilan batu, PT Wika masih memiliki cadangan deposit batu kurang lebih 14 ribu meter kubik di lokasi yang rencananya akan direklamasi.
Namun karena lokasi galian tersebut masih dioperasikan sampai dengan saat ini, dan dengan atas arahan pemilik lahan maka pihak Wika tidak jadi melakukan reklamasi.
Meski demikian, sebagai langkah antisipasi, pihak PT Wika membuat sodetan atau parit pembuangan air pada kubangan penggalian material batu.
Lalu, kegiatan penambangan batu selanjutnya dilakukan oleh Barifing.
“Jadi tidak benar kalau kami dari PT Wika abai terhadap tanggungjawab reklamasi. Meski dalam MoU dengan PT SMP yang dimediasi oleh Polda Sultra, disepakati kalau tanggungjawab lapangan sepenuhnya jadi urusan PT SMP. Karena, royalti yang diminta PT SMP dari PT Wika selama kerja sama telah dipenuhi,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Perusahaan plat merah PT Wijaya Karya atau Wika disebutkan bertanggung jawab penuh soal reklamasi bekas galian tambang batu di Desa Unggulino, Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe.
Sebelumnya, seorang remaja perempuan bernama Adel (19) tewas tenggelam di lubang bekas galian tersebut pada Minggu (14/1/2024) lalu.
Akibat kejadian nahas itu, Kepolisian Resor (Polres) Konawe melakukan penyelidikan dan pemanggilan terhadap sejumlah pihak.
Diantaranya pemilik lahan, pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan perusahaan pengelola.
PT Sulawesi Mineral Pratama (PT SMP) menjadi salah satu pihak yang dilakukan klarifikasi oleh polisi.
PT SMP merupakan pemilik Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).
Direktur Produksi PT SMP, Arsam menerangkan, pihaknya telah memenuhi undangan klarifikasi dari Polres Konawe terkait dugaan aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT SMP di Desa Unggulino, Kecamatan Puriala.
Arsam menegaskan, pihaknya tidak pernah melakukan aktivitas pertambangan di lokasi tersebut.
“Disini saya ingin tegaskan, PT SMP tidak pernah melakukan aktivitas di desa Unggulino, Kecamatan Puriala yang melakukan aktivitas pertambangan secara langsung adalah PT WIKA,” tegas Arsam, Senin (22/1/2024).
Ia menerangkan, aktivitas penambangan batu PT Wika untuk Bendungan Ameroro telah dilakukan sejak Tahun 2021 lalu.
Pada 13 April 2023, PT SMP melakukan penghentian kegiatan penambangan PT WIKA karena melakukan aktivitas pertambangan di lokasi WIUP PT SMP.
“Sejak 2021 mereka mengolah, nanti April 2023 kami sadar bahwa titik koordinat tempat penambangan berada di lokasi kami, atas dasar itu kami layangkan surat penghentian kegiatan,” terangnya.
Menurut Arsam, penghentian kegiatan penambangan yang dilakukan pihaknya berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2001 pasal 158.
Di mana, setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud 2020 Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling dayak Rp100 miliar.
“Terlebih lagi kegiatan PT Wika akan menganggu kegiatan PT Sulawesi Mineral Pratama yang sedang mengajukan peningkatan status dari WIUP ke IUP,” jelasnya.
Selanjutnya, surat kegiatan penghentian kegiatan itu juga diberikan kepada PT Wika karena reklamasi tambang dan jaminan pasca tambang serta reklamasi tambang dan pasca tambang menjadi tanggungjawab setiap orang yang telah melakukan penambangan, sebagaimana yang diatur didalam UU Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 3 Tahun 2020.
“Jadi sangat jelas yang harus bertanggung jawab atas reklamasi galian pasca tambang adalah pihak yang melakukan penambangan yakni PT Wika,” ujarnya.
Selain itu, persoalan mengapa aktivitas PT Wika tetap berlanjut pasca dihentikan, Arsam menyebut hal ini karena PT Wika sedang mengerjakan proyek strategis nasional (PSN) yakni Bendung Ameroro.
“Kami mendukung PSN, namun reklamasi dan kegiatan pasca tambang harus dituntaskan pihak penambang, karena aktivitas PT WIKA melakukan penambangan mulai sejak tahun 2021, sedangkan kami mengetahuinya mereka melakukan aktivitas di Wika kami pada April 2023,” tutupnya. (*)